Penyerangan Lapas Cebongan
Seperti
diberitakan, gerombolan bersenjata api laras panjang, pistol, dan granat datang
menyerang lapas, Sabtu (23/3/2013) dini hari. Dalam peristiwa itu, empat
tersangka kasus pembunuhan anggota Kopassus, Sersan Satu Santosa, ditembak
mati. Keempatnya yakni, Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja,
Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait. Serangan pelaku
dinilai sangat terencana. Mereka melakukan aksinya dalam waktu 15 menit dan
membawa CCTV lapas. Pelaku diduga berasal dari kelompok bersenjata yang
terlatih.
Polri: Bisa Saja Kasus Lapas
Cebongan Dimanfaatkan Pihak Tertentu
Pelaku
pembantaian empat tahanan di Lapas Cebongan, Sleman Yogyakarta hinga hari ini
masih belum terungkap. Kabar burung pun banyak bermunculan termasuk sebuah
catatan di akun Facebook dengan nama Idjon Djanbi. Sarana dunia maya merupakan
wadah yang paling efektif menyebar isu konspirasi hingga membentuk opini.
Kronologi Penyerangan Lapas
Sleman:
Segera
setelah peristiwa penyerangan, Kepala Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta,
Sukamto Harto, mengirimkan surat yang berisi kronologi kejadian kepada Kepala
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Derah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Berikut kronologi kejadian
berdasarkan surat tersebut:
Sekitar
pukul 00.45 WIB, datang segerombolan orang ke Lapas. Salah seorang dari
gerombolan yang berpakaian paling rapi mengetuk pintu utama Lapas sembari
menunjukan surat dari Polda DIY. Atas permintaan membukakan pintu, petugas
penjaga gerbang menolaknya.
Akibat
penolakan itu, anggota gerombolan lain terlihat menodongkan senjata dan granat.
Mereka memaksa masuk dan meminta kunci blok hunian para empat tahanan titipan
dari Polda DIY. Petugas Lapas mengatakan, bahwa kunci blok hunian dipegang oleh
Margo Utomo, Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas di rumah dinasnya. Salah seorang
dari gerombolan meminta diantarkan ke rumah Margo sembari menodongkan senjata
laras panjang.
Kemudian,
Kepala Jaga Edi Prasetyo, dipaksa untuk menunjukkan ruangan kepala Lapas dan
tempat penyimpanan alat rekam CCTV di lantai dua. Lagi-lagi mereka melakukan
perintah para anggota gerombolan dibawah todongan senjata laras panjang.
Sesampainya di ruang kepala lapas, Edi diminta tiarap.
Tak lama
berselang, Margo tiba di Lapas membawa kunci kotak untuk membuka kunci blok
hunian. Ia sempat menghubungi Sukamto, namun tindakannya tersebut diketahui
oleh anggota gerombolan, sehingga ponsel direbut secara paksa dan kunci kotak
dirampas. Kotak berisi kunci tersebut nyatanya sudah dipecahkan dan Edi
diperintahkan untuk menunjukan kunci blok hunian. Para gerombolan dan sejumlah
petugas Lapas menuju blok hunian. Sempat terjadi kontak fisik antara gerombolan
dengan petugas Lapas.
Sesampainya
di BLOK A kamar nomor 5 yang berisi 35 tahanan, petugas Lapas diminta tiarap
dan sempat dipukul oleh petugas gerombolan. Dalam posisi tersebut, mereka tidak
bisa menyaksikan apa yang terjadi. Mereka hanya mendengar beberapa kali letusan
senjata api.
Setelah
terdengar beberapa kali bunyi letusan, para gerombolan itu lari ke pintu utama
dan meninggalkan Lapas. Para petugas Lapas yang tengah tiarap itu berdiri dan
menyaksikan ada empat tahanan yang sudah tak bernyawa akibat luka tembakan
dibagian tubuhnya.
Kesaksian seorang napi di Lapas
Cebongan saat terjadinya penyerbuan
Peristiwa
penyerangan dan penembakan di Lapas Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta, dini hari tadi hanya berlangsung singkat, sekitar lima menit. Namun
bagi 35 penghuni sel A5, Anggrek 5, Kelas IIB itu, lima menit yang sangat
mencekam itu bagai setahun. Dalam kondisi bingung, mereka ditodong senjata
laras panjang. Belum lagi sadar apa terjadi, suara tembakan menyalak. Empat
penghuni baru di sel itu roboh bersimbah darah dengan luka tembak di dada dan
kepala.
Dini
hari itu, ketika sebagian tahanan di sel sedang tidur, sisanya masih
ngobrol-ngobrol menghabiskan malam. Tiba-tiba saja, datang sekelompok orang
menggunakan cadar. Mereka menenteng senjata dan didampingi sipir lapas. Mereka
berteriak agar nama-nama yang disebutkan, yakni Hendrik Angel Sahetapi alias
Deki (31), Yohanes Juan Mambait (38), Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi
(29), dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi (33) mengaku. "Yang bukan nama
ini minggir. Kumpul jadi satu," teriak orang-orang itu seperti ditirukan
tahanan tersebut.
Dari
empat nama yang disebutkan itu, dua orang mengaku. Sementara dua lainnya sempat
bersembunyi. Namun, akhirnya ketahuan. Setelah 4 napi berkumpul jadi satu,
orang-orang itu secara brutal menembaki mereka.
Usai menembak targetnya, para pelaku sempat merampas CCTV dan bergegas meninggalkan
lapas.
Empat
orang target gerombolan bersenjata ini merupakan tahanan titipan Polda DIY.
Mereka baru dipindahkan pada Jumat siang dengan alasan ruang tahanan Polda akan
direnovasi. Keempatnya dijadikan tersangka kasus penganiayaan yang mengakibatkan
tewasnya Serka Haru Santoso, anggota Den Intel Kodam IV Diponegoro, di Hugo's
Cafe, pada Selasa 19 Maret 2013 lalu.
Pelaku Penyerangan Lapas Sleman
Diduga Oknum TNI
Rombongan
yang berjumlah 10 hingga 15 orang tersebut melarikan diri pada pukul 01.05 WIB
menggunakan dua buah mobil yang terparkir di jalan depan area lapas.
Kementerian
Hukum dan HAM (Kemkum HAM) menduga, pelaku penyerangan Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas) Cebongan, Sleman, Yogyakarta adalah oknum TNI. Hal itu dikatakan oleh
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum HAM), Denny Indrayana dalam konferensi
pers di kantor Kemkum HAM, Sabtu (23/2).
Menurut
informasi, empat tahanan tewas ditembak diduga adalah empat pelaku penganiaya
yang menewaskan Sersan Satu Santoso yang merupakan anggota TNI AD Kesatuan
Kopassus Kandang Menjangan, Kartosuro,Solo.
Pangdam: Penembak di Lapas
Cebongan Orang Terlatih
Pangdam
IV Diponegoro Mayor Jenderal Hardiono Saroso menegaskan pelaku penyerangan
Lapas Cebongan, Sleman, dengan menggunakan senjata adalah orang-orang yang
tidak dikenal. Ia menjelaskan, kasus tewasnya Serka Heru Santosa tidak ada
kaitannya dengan Kopassus. Serka Heru sudah menjadi anggota Den Intel Kodam IV
Diponegoro dan bukan lagi anggota Kopassus ataupun Kodim Yogyakarta.
Kopassus: Tidak Ada Personel ke
Luar Markas Tadi Malam
Grup 2
Kopasus Kandang Menjangan, Kartasura menyatakan tidak ada satu pun anggota
Kopassus yang ke luar dari markas yang terletak di Kabupaten Kartasura, Jawa
Tengah, saat terjadi aksi penembakan brutal di Lapas Cebongan, Sleman,
Yogyakarta Sabtu dini hari, 23 Maret 2013. Kasi Intel Grup 2 Kopassus Kapten
Infanteri Wahyu Juniartoto menjelaskan, semalam seluruh pasukan melakukan siaga
di dalam kesatuan sehingga tidak ada satupun personel yang melakukan kegiatan
di luar.
Polisi Tidak Serius Tangani Kasus
Penembakan di Lapas Cebongan
Dalam
penyelidikan kasus yang diduga melibatkan anggota TNI, Polri dinilai kurang
independen. Sejak adanya kasus pembunuhan polisi mulai dari Polres hingga Polda
mengalami tekanan. Dari polisi, Polda sudah mengalami tekanan makanya tidak
bisa kalau penyelidikan hanya melibatkan TNI dan Polri, nanti jeruk makan
jeruk.
Seruan
Penuntasan Kasus Hambalang kian Kencang
Desakan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan
kasus Hambalang tanpa tebang pilih semakin mengerucut.
Anas akan
Bongkar Keterlibatan Ibas di Proyek Hambalang
Keterlibatan Sekjen Partai Demokrat Edhie
Baskoro Yudhoyono atau Ibas di kasus dugaan korupsi proyek Hambalang siap
dibongkar Anas Urbaningrum. Penyebutan nama Ibas pertama kali
diketahui saat Anas mengantar Nazaruddin ke kediaman SBY di Cikeas sebelum
pergi ke Singapura. Kala itu SBY disebut-sebut marah karena mengetahui Ibas
menerima aliran uang proyek Hambalang.
Anas juga mengaku siap buka-bukaan
mengenai nama-nama orang yang disebut Nazaruddin terlibat di sengkarut proyek
Hambalang, termasuk Ibas. Meski katanya ia tentu akan mempertimbangkan terlebih
dahulu mana yang penting dan tidak buat dirinya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya,
M. Nazaruddin pernah menyebut nama Ibas. Kata Nazaruddin, Ibas pernah menerima
laporan keuangan partai.
“Selama jadi Bendahara Umum
Demokrat, saya laporkan setiap bulan pada ketua umum dan sekretaris umum, Mas
Ibas. Saya laporkan semuanya secara detail,” kata Nazarudin dalam kesaksiannya
di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (29/11).
Kesaksian Nazaruddin itu untuk
menjelaskan mengenai penggunaan dana sebesar Rp2 miliar yang digunakan untuk
membuat kalendar dengan wajah Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
“Saya melaporkan soal pengeluaran uang itu juga ke Mas Ibas,” ujar Nazar.
Nazaruddin dihadirkan sebagai saksi
dalam sidang kasus dugaan korupsi anggaran Kementerian Pendidikan dan Kementerian
Pemuda Dan Olahraga dengan terdakwa Angelina Sondakh.
MKRI: Kenapa
KPK Tak Berani Panggil Ibas?
Sekjen Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) Adhie
Massardi menyerukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar jangan mau
diintervensi oleh istana terkait kasus dugaan Sekjen DPP Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menerima uang sebesar
USD200 ribu dalam proyek Hambalang.
"KPK jangan mau dirusak istana. KPK harus
menjalankan prinsip hukum equality before the law," ujar Adhie usai jumpa
pers di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (16/3/2013).
Menurutnya, demi menjaga integritas dihadapan
publik, KPK harus berani dan jujur mengungkap para terduga korupsi kepada
publik. "Saat ini rakyat ingin melihat keadilan. Lihat saja, semua nama
yang disebut Nazarudin satu per satu dipanggil KPK, kecuali Ibas. Ada apa
ini?" kata mantan juru bicara presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.
Sebelumnya, Yulianis dan Nazarudin menyebut
Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menerima sejumlah aliran dana dalam kasus
korupsi proyek Hambalang. Bahkan tudingan bahwa Ibas menerima uang dari PT
Anugrah Nusantara, milik bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad
Nazaruddin, semakin menguat. Berdasarkan dokumen perusahaan milik Nazaruddin
yang beredar di kalangan wartawan, dari data keuangan milik Yulianis yang
merupakan direktur Keuangan PT Anugrah itu tercatat Ibas menerima uang sebesar
USD900 ribu atau senilai Rp8 miliar lebih, yang dibagi dalam empat tahapan.
Pertama, pada tanggal 29 April 2010, Ibas
menerima uang dua kali. Pertama sebesar USD500 ribu, lalu yang kedua USD100
ribu. Kemudian pada tanggal 30 April 2010, Ibas kembali menerima dua kali uang
dari PT Anugrah Nusantara sebesar USD 200 ribu dan USD100 ribu.
Namun, Ibas membantah tudingan Yulianis yang membeberkan pernyataan, bahwa dirinya
menerima uang dari proyek Hambalang.
KPK Menemukan Aliran Dana Hambalang
Mengalir ke Ibas, Ups!
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
mengklaim tak lamban memvalidasi data maupun keterangan sejumlah pihak terkait
kasus dugaan korupsi. Temasuk memvalidasi keterangan dan data soal dugaan
penerimaan duit sebesar USD 200 ribu ke Edhie Baskoro Yudhoyono. Soal dana yang
diduga diterima anak penguasa negeri itu sebelumnya diungkapkan Eks Wakil
Derektur Keuangan Permai Grup, Yulianis. Menurut Yulianis uang tersebut terkait
kongres Partai Demokrat tahun 2010 silam.
Juru Bicara KPK, Johan Budi
membantah jika pihaknya lamban memvalidasi keterangan maupun data terkait
dugaan penerimaan duit ke Ibas itu. Ibas sendiri notabennya anak Presiden
Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Untuk diketahui, sejumlah
data dugaan penerimaan duit ke Ibas terkait proyek Wisma Atlet telah dikantongi
KPK. Sebab data-data yang berkaitan dengan hal tersebut telah disita KPK dari
pihak-pihak terkait, termasuk disita dari anak buah M Nazaruddin di kerajaan
bisnisnya itu.
KPK pun berdalih masih membutuhkan
bukti-bukti tambahan sebagai penguat. Namun, Johan tidak bisa memperinci saat
disinggung mengenai bukti penguat apa yang dibutuhkan penyidik. Johan pun
mengungkapkan jika pihaknya belum berencana melakukan pemanggilan terhadap
Ibas. "Bukti bukti yang bisa menyimpulkan pengakuan itu bernilai benar
atau tidak. Jenisnya apa saya tidak tahu," tandasnya.
Yulianis sebelumnnya menegaskan jika
Ibas mendapatkan uang USD 200 ribu. Namun uang tersebut bukan dari uang proyek
pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan serta Sekolah Olahraga Nasional di
Bukit Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
"Benar, uang USD 200 ribu
kepada Ibas itu terkait kongres (Partai Demokrat) di Bandung. Saya yakin,"
kata Yulianis kepada wartawan usai bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta, Kamis (14/3/2013).
Yulianis enggan membeberkan lebih
lanjut apakah uang itu termasuk dalam uang yang disebut sebut untuk memenangkan
Anas Urbaningrum di Kongres Partai Demokrat pada 2010. Akan tetapi, mantan anak
buah Nazarudin itu juga berkeyakinan segala data yang dimilikinya berupa
catatan keuangan yang dia simpan dalam komputer pribadi dan komputer jinjingnya
sudah disita Komisi Pemberantasan Korupsi. "Grup Permai tidak pernah
mengeluarkan uang buat mengamankan proyek Hambalang," ungkapnya.
MISTERI KONSPIRASI PENYERANGAN LP
CEBONGAN DALAM MENUTUPI ISU KETERLIBATAN IBAS DALAM KASUS HAMBALANG
Pertemuan SBY dengan 7 Jenderal TNI 13 Maret 2013
Pertemuan
7 purnawirawan jenderal TNI dengan Presiden SBY di Kantor Presiden. Ketujuh
purnawirawan jenderal tersebut adalah, Jendral (Purn) Luhut Panjaitan, Jenderal
TNI (Purn) Subagyo HS, Jenderal TNI (Purn) Fachrul Rozi, Letnan Jenderal TNI
(Purn) Agus Widjojo, Letjen TNI (Purn) Johny Josephus, Letjen TNI (Purn)
Sumardi, dan Letjen (Purn) Suaidi Marasabessy.
Penyerangan Lapas Cebongan 23
Maret 2013
Mungkinkah pertemuan 13 Maret
2013 adalah pertemuan dalam menyusun rencana 23 Maret 2013 untuk menutupi isu keterlibatan
IBAS dalam kasus Hambalang???
MISTERI SELONGSONG PELURU DI LAPAS CEBONGAN, SLEMAN
Penyerangan
Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, sudah hampir dua minggu berlalu.
Namun, siapa pelaku penyerang itu belum juga terungkap. Sebaliknya,
desas-desus yang berkembang seolah-olah menyudutkan TNI. Padahal, jika
selongsong peluru yang digunakan bisa diungkap, niscaya pelakunya akan
lebih mudah diketahui.
Tubagus Hasanuddin, Wakil Ketua Komisi I DPR.
SUDAH
banyak yang angkat bicara terkait penyerangan yang menewaskan empat
tahanan itu. Namun, belum ada satupun yang bisa memastikan siapa
sebenarnya yang tega membantai empat tahanan tanpa ampun. Kerja keras
kepolisian dibantu tim investigasi TNI belum juga membuahkan hasil.
Akan tetapi, Wakil Ketua Komisi I DPR
Tubagus Hasanuddin meyakini ada keterlibatan aparat keamanan dalam
penyerangan Lapas Cebongan. Ia yakin, hanya aparat yang bisa
mengumpulkan senjata api laras panjang hingga 15 pucuk. "Kalau di luar
aparat, 15 pucuk itu sulit didapat untuk di daerah Jawa, kecuali di
Poso," kata Tubagus di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa
(2/4/2013).
Kendati begitu, jenderal purnawirawan ini
juga menilai masih prematur untuk menyimpulkan dari kesatuan mana para
pelaku. Karenanya, ia menyentil Panglima Kodam IV/Diponegoro Mayor
Jenderal Hardiono Saroso yang terlalu dini membantah keterlibatan
anggota TNI. Padahal, penyelidikan belum selesai.
Terlalu dini juga jika menyimpulkan para
pelaku berasal dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) hanya karena empat
korban yang tewas merupakan tersangka pembunuhan anggota Kopassus.
Politisi PDIP ini kemudian mempertanyakan
sikap kepolisian yang tidak lengkap mengungkapkan jenis peluru.
Kepolisian hanya menyebut amunisi yang ditemukan di tubuh para korban
kaliber 7,62 mm. Padahal, ada empat macam amunisi kaliber 7,62 mm.
Pertama, kaliber 7,62 x 39 mm dipakai
Brimob. Kedua, kaliber 7,62 x 45 mm dipakai kesatuan Sabhara Polri,
ketiga kaliber 7,62 x 51 mm dipakai kesatuan teritorial untuk senpi
serbu, dan keempat kaliber 7,62 x 61 mm untuk senpi mesin. "Senpi AK-47
memang masih dipakai TNI. Senpi bekas perang dunia aja masih ada.
Kopassus, Paskhas, masih pakai untuk latihan. TNI pakai AK buatan Rusia.
Kalau AK yang sekarang dipakai Brimob lebih baru lagi.”
Karena itu, Tubagus mendesak agar
diungkapnya jenis selongsong peluru yang digunakan dalam penyerangan
itu. Sebab, lanjut dia, dari dari selongsong peluru yang tertinggal di
lokasi, dapat diketahui amunisi dipakai kesatuan mana.
"Jadi, sekarang biarkanlah dulu tim
investigasi dari mana pun melalukan pekerjaannya. Jangan dituduh dari
institusi mana pun pelakunya. Siapa pun pelakunya harus ditindak keras.
Ini penyerangan rumah negara, penyerangan institusi negara," pungkas
mantan Sekretaris Militer era Megawati itu.
Di tempat terpisah, Kementerian Hukum dan
HAM berjanji segera mengumumkan hasil temuan penyelidikan insiden
penyerbuan tersebut. Namun, Kemenkumham masih menolak membeberkan temuan
sementara demi kelancaran proses investigasi. "Tunggu dalam waktu
dekat," ujar Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana,
saat ditemui di acara orientasi calon pegawai negeri sipil angkatan
2012 di Kemenkumham, Selasa (2/4/2013).
Saat disinggung soal hasil temuan sementara
yang disebut Denny mulai menemui titik terang itu, ia menolak. "Ya
namanya proses penyelidikan itu tidak semua bisa disampaikan, karena
justru menganggu proses kalau terlalu dibuka. Tunggu saja," katanya
lagi.
Diberitakan, insiden kelompok bersenjata
yang menyerbu penjara Cebongan, Sleman, Yogyakarta terjadi pada Sabtu
dinihari, 23 Maret 2013. Sebanyak 13 orang bersenjata laras panjang
dengan sebuah pistol di tangan menembak dengan brutal empat tahanan di
salah satu sel.
Keempat korban yang tewas tersebut akhirnya
diketahui bernama Hendrik Angel Sahetapy (Deki), Adrianus Candra Galaja
(Dedi), Yohanis Juan Manbait, dan Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu.
Keempatnya adalah tahanan titipan Polda Yogya dalam kasus pengeroyokan
anggota Komando Pasukan Khusus, Sersan Satu Santoso, di Hugo's Cafe,
Yogyakarta.
Banyak pihak yang berspekulasi penyerang
tersebut adalah Kopassus. Pasalnya, ada tahanan yang meneriakkan kata
Kopassus. Tapi hingga saat ini investigasi masih dilakukan. Salah
satunya dilakukan uji balistik. Uji balistik masih dilakukan untuk
mengetahui jenis senjata yang digunakan. Kesimpulan sementara, pelaku
bisa orang sipil, tentara, atau polisi. Satu hal yang pasti, kata Markas
Besar Polisi RI, para pelaku disebut memiliki akses ke gudang senjata.