1. 24 Juni 1096 di Semlin, Hongaria.
Ribuan orang dibunuh oleh pasukan Salib dalam perjalanan mereka untuk
 merebut Yerusalem. Tidak seperti di kota-kota Kristen lainnya, 
sesampainya di Hongaria dan Bulgaria ini, sambutan terhadap pasukan 
Salib sangat dingin, menyebabkan pasukan Salib yang sudah kekurangan 
makanan ini marah dan merampas harta benda penduduk. Penduduk di dua 
negeri ini tidak tinggal diam. Walau pun sama-sama beragama Kristen, 
mereka tidak senang dan melakukan pembalasan. Terjadilah pertempuran 
sengit dan pembunuhan yang mengerikan. Dari 300.000 orang pasukan Salib 
itu hanya 7000 orang saja yang selamat sampai di Semenanjung Thracia di 
bawah pimpinan sang Rahib.
2. Pada 9 September 1096 di Nikaia
Xerigordon (dahulu wilayah Turki) ribuan orang juga dibunuh. Dan 
ketika menaklukan Antiochia di tahun yang sama antara 10.000-60.000 
pria-wanita dan anak-anak juga dibunuh oleh pasukan Salib Kristen.
3. Tahun 1205
Paus Innocent kedua yang lain menyingkirkan King John of England 
karena menyerang beberapa orang uskup. Akhirnya John terpaksa 
mengirimkan pesan kepada Paus dengan kata-kata sbb: “Seorang utusan 
angelik, atas nama Inggris dan Irlandia, mendoakan Yesus dan 
pengikutnya, penaung kami Paus Innocent, dan seluruh penerus katoliknya.
Sejak hari ini, kami menjadikan kerajaan ini sebagai penganut setia 
Paus dan hierarkinya. Kami telah menganggarkan 1.000 pound Inggris untuk
 disumbangkan kepada kotak gereja setiap tahunnya. 500 pound diberikan 
setengah tahun sekali, dalam bentuk uang perak. Jika saya atau pengganti
 saya yang berada di tahta Inggris melanggar perjanjian ini, dengan 
sendirinya kami akan kehilangan kekuasaan Inggris.”
Surat John ini bisa dibaca pada buku karya Marcel Cache berjudul 
Social History, jilid dua. Di halaman 123 buku tersebut, tertulis juga 
bahwa pada periode ini, 5 juta orang dihukum karena melanggar fikiran 
ortodoks atau menentang titah Paus. Mereka dihukum gantung atau mereka 
dicampakkan ke dalam penjara yang mirip sumur gelap. Dalam tempo 18 
tahun, antara tahun 1481-1499, mahkamah gereja telah membakar 
hidup-hidup 1.020 orang. 6.860 orang digergaji hingga hancur lebur dan 
97.023 orang disiksa hingga mati.
Itulah Kristen: AGAMA HORROR, AGAMA PENYIKSAAN, AGAMA BANJIR 
DARAH, AGAMA KILLER, AGAMA SAMBER NYOWO, AGAMA IBLIS, AGAMA BANTAI 
FOREVER dan berbagai julukan lainnya yang seram-seram untuk 
menggambarkan track-record mereka selama ribuan tahun yang hanya 
menunjukkan bahwa mereka itu hanyalah IBLIS LAPAR PEMBANTAIAN. 
Bahkan agama kalian juga pantas diberi label sebagai AGAMA KANIBAL
 karena pada 11 Desember 1098 di Marra (Maraat an-numan), setelah 
membunuh ribuan orang, karena kelaparan berkepanjangan maka mayat musuh 
yang sudah membusuk dimakan oleh Pasukan Salib Kristen, fakta ini 
dibeberkan oleh Albert Aquensis. Hal ini telah diakui sendiri oleh 
pasukan salib tersebut dalam surat mereka kepada Paus. Tidak hanya 
sangat sadis dan keji, ternyata pasukan Kristen pun kanibal, doyan 
memakan daging manusia. Benar-benar tak ada tandingannya memang 
kebiadaban pasukan salib Kristen itu.
Manusia biasa tentu tidak sanggup melakukan berbagai macam kekejaman 
dan kebiadaban tak henti-henti dengan berbagai macam cara seperti itu, 
hanya Kristen yang sanggup.
4. Tahun 1209
Perang Salib Albigensia diumumkan oleh Paus Innocent III terhadap 
para pembangkang agama di Prancis Selatan. Pada tahun 1209 ini terjadi 
pembantaian terhadap Kelompok Cathary oleh Paus Innocent III, karena 
menolak konsep ketuhanan Yesus.
Sejak awal mula perkembangan Kristen, banyak sekali aliran yang tidak
 mengakui Ketuhanan Jesus. Contohnya, adalah satu kelompok yang bernama 
Cathary yang hidup di Selatan Perancis. Kelompok Cathary adalah penganut
 Catharism, satu kelompok heresy radikal di Zaman Pertengahan. Cathary 
percaya bahwa karena daging adalah jahat, maka Kristus tidak mungkin 
menjelma dalam tubuh manusia. Karena itu, Kristus tidaklah disalib dan 
dibangkitkan.
Dalam ajaran Cathary, Yesus bukanlah Tuhan, tapi Malaikat. Untuk 
memperhambakan manusia, tuhan yang jahat menciptakan gereja, yang 
mempertontonkan “sihirnya” dengan mengejar kekuasaan dan kekayaan. 
Ketika kaum ini tidak dapat disadarkan dengan persuasif, Paus Innocent 
III menyerukan kepada raja-raja untuk memusnahkan mereka dengan senjata,
 sehingga ribuan orang penganut aliran Cathary ini dibantai.
5. 27 Mei 1234
Sekitar 5000 sampai 11.000 Petani karena menolak membayar pajak Gereja yang mencekik leher.
Jangan heran melihat betapa semangatnya orang-orang Kristen untuk 
menghabisi nyawa orang lain tak henti-henti. Karena ajaran dan 
perintah-perintah untuk melakukan hal itu memang ada dalam Alkitab 
mereka, kitab iblis itu. Dua Tuhan mereka, baik yang bapak maupun anak 
juga telah menunjukkan sendiri kebiadaban dan kebrutalan mereka. 
Sedangkan oknum Tuhan yang ketiga -Tuhan Roh Kudus- selalu membimbing 
dalam setiap perusakan, penyiksaan, pembantaian, pemerkosaan dan segala 
kebiadaban lainnya yang dilakukan oleh orang Kristen.
6. Tahun 1524-1526. Kekejaman Gereja di Jerman.
Kala itu gereja di Jerman begitu manunggal dengan negara dan 
sekelompok petani yang telah lama merasa tertindas melakukan 
pemberontakan. Tokohnya, Thomas Munzer, seorang pengkhotbah radikal, 
menyatakan bahwa para petani dan buruh tambang lebih bisa memahami Injil
 ketimbang para pastor. Kata-kata Munzer membuat dada para petani 
gemeretak dan mereka menjadi semakin bulat menantang.
Tapi sementara pasukan petani hanya mengandalkan artileri bikinan 
sendiri ditambah doa dan pidato, pasukan para pangeran menggebuk Kota 
Frankenhausen dengan kanon. Syahdan, 5.000 orang yang dikalahkan 
dibunuh, 300 tawanan dijatuhi hukuman mati. Ketika istri-istri mereka 
meminta ampun, permohonan itu disetujui dengan syarat. Wanita-wanita itu
 harus menghantam kepala dua pendeta yang menganjurkan pemberontakan, 
sampai otaknya muncrat. Mereka setuju. Akhirnya pemberontakan pun padam,
 setelah 130.000 petani tewas.(Goenawan Muhamad, 1991:164,165, 170-171, 
210-211).
7. Tahun 1572
Pembantaian pada hari St.Bartolomeus, orang Protestan Prancis dibantai secara massal oleh Catherina de Medici.
Pembantaian ini merupakan salah satu peristiwa yang secara fatal 
menghancurkan gerakan kaum Protestan di Prancis. Raja Prancis dengan 
cerdik mengatur pernikahan antara adik perempuannya dengan Laksamana 
Coligny, seorang pemimpin kaum Protestan. Pesta pernikahan dirayakan 
dengan besar-besaran.
Setelah empat hari berpesta, para serdadu diberi  tanda. Pukul 12 
malam, semua rumah kaum Protestan di seluruh kota Paris didobrak satu 
per satu. Coligny dibunuh, tubuhnya dibuang ke jalan melalui jendela, 
kemudian kepalanya dipenggal dan dikirimkan kepada Paus. Mereka juga 
memotong tangan dan alat kelaminnya dan menyeretnya sepanjang jalan kota
 Paris selama tiga hari dan akhirnya tubuhnya digantung di dekat bukit 
yang terletak di luar kota tersebut.
Mereka juga membantai semua orang yang diketahui beragama Protestan. 
Selama tiga hari pertama, lebih dari 10.000 orang dibunuh. Tubuh 
orang-orang yang sudah mati itu dibuang ke sungai dan darah mengalir di 
seluruh jalan-jalan di kota menuju ke sungai sehingga seperti membentuk 
aliran sungai darah. Karena kemarahan yang meluap-luap, mereka juga 
membunuh pengikut mereka sendiri kalau mereka dicurigai tidak mempunyai 
kepercayaan yang kuat terhadap paus. Dari Paris, pembunuhan menyebar ke 
seluruh bagian Perancis. Lebih dari 8.000 orang dibunuh. Hanya sedikit 
orang Protestan yang selamat dari kemarahan para penganiaya itu.
8. Tanggal 5 April 1585 sebuah tragedi pembunuhan massal terjadi di Harlem, Belanda
Tragedi yang juga dikenal dengan nama Tragedi Harlem ini terjadi saat
 Raja Spanyol Philip II menginstruksikan represi secara meluas atas 
rakyat Belanda yang kemudian berpuncak dengan pembunuhan di Harlem itu. 
Dalam kasus tersebut, sekitar 6.000  aktivis kemerdekaan Belanda dibunuh
 oleh tentara Spanyol. Perjuangan rakyat Belanda untuk meraih 
kemerdekaannya akhirnya mencapai hasil pada tahun 1609.
9. Tahun 1618-1648. Perang 30 tahun antara Katolik lawan Protestan di Eropa. Ribuan orang telah dibantai.
Ada banyak wilayah, dinasti, dan isu agama yang melatarbelakangi 
perang ini, namun secara keseluruhan “Perang 30 Tahun” ini adalah perang
 antara pangeran-pangeran Jerman Protestan yang beraliansi dengan 
kekuatan-kekuatan asing, yaitu  Perancis, Swedia, Denmark, dan Inggris, 
melawan kekuatan Imperium Katolik Romawi. Selain kafir orang-orang 
Kristen memang biadab dan haus darah.
10. 23 Oktober 1641
Pembantaian Katolik terhadap Protestan di Irlandia. Para konspirator 
memilih tanggal 23 Oktober, pada perayaan Ignatius Loyola, pendiri ordo 
Jesuit.
Mereka merencanakan pemberontakan besar di seluruh negeri. Semua 
orang Kristen (Protestan) akan dibunuh semuanya. Untuk mengendorkan 
kewaspadaan mereka, keramahtamahan ekstra diperlihatkan kepada kaum 
Protestan. Pagi harinya, para konspirator dipersenjatai dan setiap orang
 Protestan yang mereka temui langsung dibunuh. Bahkan orang cacatpun 
tidak diberi ampun.
Kaum Protestan Irlandia terkejut. Selama ini mereka hidup damai dan 
aman selama bertahun-tahun tetapi sekarang tidak ada tempat untuk 
menyelamatkan diri. Mereka dibunuh oleh tetangga sendiri, teman dan 
bahkan oleh saudaranya sendiri.
Tetapi kematian bukanlah hal yang mereka takuti. Para wanita diikat 
ditiang-tiang, ditelanjangi sampai pinggang, dadanya dipotong dengan 
pedang dan dibiarkan mati kehabisan darah. Wanita yang sedang hamil 
diikat pada cabang pohon, bayi mereka yang belum lahir dibelah dan 
diberikan kepada anjing sedangkan para suaminya dipaksa menyaksikan 
kekejaman itu. Pada pembantaian massal di hari perayaan St.Bartholomeus 
ini, 40.000 orang Protestan tewas dibantai oleh orang-orang Katolik.
11. Sekitar tahun 1890 sampai 1901
kira-kira 1300 orang kulit hitam telah dibunuh tanpa bicara oleh Ku 
Klux Klan di Amerika. Hasil daripada pelaksanaan ini orang-orang kulit 
hitam telah mulai memberontak di beberapa negeri di Amerika.
Berkaitan dengan budak, silahkan baca sekelumit artikel tentang 
perbudakan berikut ini. Dibalik konsep rasialisme keji ala Kristen itu, 
ternyata musik gereja Gospel itu berasal dari kejahatan yang dilakukan 
oleh orang-orang Kristen kulit putih terhadap budak-budaknya!.
Konsep rasialisme yang ada sekarang, mulai muncul pada abad ke-XVI 
ketika perdagangan budak mulai berkembang. Budak-budak didatangkan dari 
Afrika menuju Eropa atau Amerika. Para pedagang budak yang hampir 
semuanya Kristen itu menyebarkan paham bahwa masyarakat kulit hitam (ras
 Afrika) adalah ras yang terkuat namun inferior, sehingga cocok untuk 
mengerjakan pekerjaan kasar dan harus tunduk pada perintah. Pandangan 
inferioritas ini sama dengan yang terjadi pada masa Romawi dan Yunani.
Diperkirakan 11,8 juta rakyat Afrika diperdagangkan selama masa 
Perdagangan Budak Atlantik, di mana sekitar 10 sampai 20% nya tewas 
dalam perjalanan menyeberangi samudera Atlantik. Pada abad 19, tercatat 
bahwa 90% budak belian adalah anak-anak. Beberapa negeri Kristen telah 
menjadi kaya raya karena perdagangan budak ini. Perbudakan Afrika adalah
 saudara kembar kolonialisme di benua itu.
Bahkan ada satu fakta menarik, bahwa musik Rap yang kita kenal 
sekarang ini adalah berasal dari budak-budak kulit hitam yang dipelihara
 oleh orang-orang Kristen kulit putih.
Kebanyakan buku, Acara Tv dan sejarawan mengatakan bahwa rap di buat 
atau diciptakan di Bronx, tapi ini tidak sepenuhnya betul. Rap Amerika 
yang kita tau sekarang dimulai sekitar 1970 di Boogie Down Bronx. Untuk 
mengerti secara keseluruhan, kita harus kembali ke masa lampau: dimulai 
di Afrika. Di Afrika -untuk lebih spesifik- Suku-suku disana 
mengabadikan sejarah mereka dalam bait-bait ritmik dan nyanyian.
Karena ada banyak suku-suku, banyak terdapat bahasa daerah dan 
suku-suku yang bahasa mereka seringnya tidak dibuang/dilupakan. Jadi, 
untuk menjaga sejarah dan legenda mereka menggunakan lagu dan ritmik 
untuk menceritakannya. Karena pedagang budak kulit putih datang dan 
memisahkan mereka dari keluarga dan suku mereka.
Orang Afrika asli membawa cerita dan rima mereka bersama pedagang 
budak eropa. Mereka (pedagang budak)tidak mengijinkan para budak bicara 
menggunakan ”Bahasa Ibu” (bahasa afrika asli). Para pedagang budak itu 
berpikir bahwa mereka berencana untuk membuat rusuh. Walaupun mereka 
dirantai, tapi mereka diperbolehkan untuk menyanyi. Ini membuat para 
budak bertahan hidup dan merasa lebih baik. Para budak wanita di perkosa
 dan sering kali hamil oleh crew (para pembantu pedagang budak). Budak 
wanita dijadikan bonus buat para crew. Perjalanan seperti ini bisa 
memakan waktu hingga sebulan.
Dan bila dari sekitar 1000 budak, ada 600-700 budak yang selamat, itu
 adalah perjalanan yang bagus. Dan bila budak wanita hamil maka mereka 
akan mendapatkan harga yang lebih baik (karena ada tambahan bayi dalam 
kandungan budak wanita). Lalu orang-orang Kristen/para majikan alias 
pemilik budak itu berlaku sama untuk mendapatkan lebih banyak budak, 
yaitu memperkosa budak wanita hingga hamil dan anak hasil perbuatan itu 
dijadikan budak lagi. Mereka, para majikan bahkan memberikan tamu mereka
 satu atau dua wanita untuk teman tidur…
Ketika mereka menyanyi mereka bekerja lebih giat karena isi 
nyanyiannya adalah tentang dari mana mereka berasal dan sejarah 
suku-suku mereka. Waktu selanjutnya, karena majikan bersifat lebih 
lunak, para budak diperbolehkan libur setiap hari minggu. Pada hari 
minggu tersebut, para budak pergi ke gereja dan menyanyikan lagu 
kebebasan. Hal ini kemudian berubah menjadi paduan suara Gospel.
Jadi musik Gospel Gereja berasal dari pembunuhan, penyiksaan dan 
pemerkosaan orang-orang Kristen terhadap budak-budak kulit hitam! Yesus 
pasti tersenyum bangga melihat buah hasil akibat pembunuhan, penyiksaan 
dan pemerkosaan oleh para pengikutnya ini!
12. Perang Dunia I (1914-1919). Jutaan orang terbunuh akibat keganasan orang-orang Kristen. 
Perang dunia pertama berlangsung selama 1.565 hari. 9 juta manusia 
tewas. Tepatnya dalam buku Guinness Book of Records disebutkan bahwa 
Perang Dunia I menelan korban 9.700.000 jiwa, 22 juta cacat dan tidak 
dapat bekerja seumur hidup. Demikianlah statistik kerusakan dalam medan 
perang. Angka kematian dan kecederaan yang terjadi di kota-kota padat 
penduduk sebagai akibat sampingan perang tidak dapat dihitung. Angka 
biaya perang mencapai lebih dari $400 milyard. Peserta perang sebagian 
besar adalah negara-negara berpenduduk mayoritas beragama Kristen.
13. Tahun 1940
Orang-orang Kristen non Katolik di Krosia (bagian dari Yugoslavia 
yang mayoritas beragama Katolik) hanya diberi dua pilihan: pindah 
menjadi penganut agama Katolik atau mati. Gedung-gedung gereja mereka 
ditutup, dokumen-dokumen jemaat dimusnahkan, gedung-gedung yang masih 
berhubungan dengan kegiatan gereja dibakar habis.
Sering kali para umat Ortodoks ditangkap sewaktu mereka beribadat, 
dan disekap dalam gerejanya atau dalam aula-aula gereja sambil menunggu 
nasib mereka ditentukan: dipaksa pindah agama, dikirim ke kamp 
konsentrasi atau dieksekusi. Orang-orang yang selamat, biasanya hanya 
sedikit, akhirnya menggantung nasibnya kepada para Komandan Ustachi dan 
para padri Katolik yang bersama mereka.”
“Pembunuhan massal dilakukan dengan membunuh secara orang per orang, 
kebanyakan terjadi di daerah pinggiran kota. Para Ustachi sering 
menggunakan senjata-senjata primitif, seperti garpu, sekop, palu dan 
gergaji, untuk menyiksa korban-korban mereka tergantung dari hukuman 
yang diberikan. Mereka mematahkan kaki, menguliti tubuh dan janggut  
korbannya, membuat buta korbannya dengan mengiris mata mereka dan bahkan
 mengeluarkan bola matanya.”
Informasi ini direkam dalam bentuk gambar dan kesaksian tersumpah 
para korban yang selamat. Mereka tidak membedakan antara anak-anak atau 
wanita. Sebagai contoh:’Di desa-desa antara Vlasenica dan Kladani 
tentara Nazi menemukan anak-anak yang disalib oleh Ustachi. Para pastor 
Katolik mendalangi pembunuhan anak-anak tersebut.’
Seorang pastor Katolik bernama Juric berkata, “Saat ini bukan 
merupakan suatu dosa jika membunuh anak berusia tujuh tahun kalau anak 
tersebut ternyata menghalangi gerakan Ustachi.” [Dari buku Teror Katolik
 Saat Ini (Catholic Terror Today) oleh Avro Manhattan]
Kemudian pada tahun 1941, Oustachis (Militan Katolik Kroasia) disewa 
oleh Mussolini untuk membantu Italia di pantai Adriatik. Tahun 1941, 
Hitler dan Mussolini menginvasi dan memecah Yugoslavia. Pavelitch 
dijadikan pemimpin “Negara Merdeka Kroasia”.
Tanggal 18 Mei 1941, Paus Pius XII menerima Pavelitch beserta 
rekan-rekannya. Pada hari itu juga, pembunuhan besar-besaran terhadap 
kaum Ortodoks Kroasia mencapai puncaknya, mereka dipaksa menganut paham 
Katolik. Para Oustachis juga memburu kaum minoritas Serbia. Andrija 
Artukovic adalah perancang utama dari pembunuhan besar-besaran tersebut.
14. 29 Agustus 1942
Kejahatan perang paling buruk, mungkin juga aneh, dilaksanakan oleh 
para anggota badan intelejen Ustachi. Dalam kasus Peter Brzica tidak 
diragukan lagi merupakan salah satu kejahatan yang paling dahsyat. Peter
 Brzica yang pernah mengenyam pendidikan di Fransiscan College di 
Siroki, Brijeg, Herzegovina, adalah seorang mahasiswa fakultas hukum, 
dan seorang anggota  organisasi Katolik “The Crusaders”.
Pada 29 Agustus 1942 malam, di kamp konsentrasi Jasenovac, perintah 
eksekusi dikeluarkan. Taruhan dilakukan siapa kira-kira yang akan 
melakukan eksekusi terhadap tahanan yang jumlahnya besar itu. Peter 
Brzica memotong leher 1.360 orang tahanan dengan pisau jagal yang dibuat
 khusus. Dia dinobatkan sebagai pemenang dan diangkat sebagai raja 
pemotong leher manusia. Sebuah jam emas, pelayanan kelas satu dan babi 
panggang serta anggur dihadiahkan kepadanya.
Kejahatan perang yang dilakukan pasukan Ustachi jauh melampaui 
penyiksaan fisik yang kejam. Korban-korban mereka juga disiksa secara 
mental. Sebagai contoh adalah kebrutalan, yang tidak pernah terjadi 
sebelumnya, yang disaksikan oleh beberapa saksi mata sehubungan dengan 
kejadian berikut ini.
Di Nevesinje, Ustachi menangkap sebuah keluarga Serbia yang terdiri 
dari ayah, ibu dan empat orang anak. Sang ibu dan keempat anaknya 
dipisahkan dari ayahnya. Selama tujuh hari mereka dibiarkan kelaparan 
dan kehausan. Kemudian Ustachi membawa sebuah daging panggang dan air 
minum yang banyak untuk ibu dan keempat anak tersebut. Karena sangat 
lapar, merekapun memakan habis daging panggang tersebut. Setelah mereka 
selesai, para Ustachi memberitahukan bahwa daging yang dimakan itu 
adalah tubuh ayah mereka. Ini adalah contoh dari kemarahan Vatikan yang 
lepas kendali. Ini adalah contoh dari kebiadaban Katolik yang tak bisa 
disangkal lagi.
15. Tahun 1942
Seorang biarawan ordo Fransiskan, Miroslav Filipovic, sebagai seorang
 pastor adalah komandan kamp konsentrasi di Jasenovac. Kamp konsentrasi 
ini merupakan kamp yang unik karena jumlah tahanan muda yang dikirim 
kesana. Tahun 1942 kamp ini menampung 24.000 tahanan orang muda 
Orthodoks. 12.000 diantaranya dibunuh dengan darah dingin. Banyak 
mayat-mayat anak-anak kecil yang mati kelaparan di kamp konsentrasi di 
Jasenovac.
Di Dubrovinick, Dalmatia, para prajurit fasis banyak yang mempunyai 
foto seorang Ustachi yang mengenakan dua buah kalung. Satu kalung 
merupakan untaian mata manusia, yang lainnya untaian lidah orang-orang 
Serbia Ortodoks yang dibunuh.
Pada tahun 1942 ini juga, Gereja Katolik akhirnya memang 
kemudian  terbukti terlibat kejahatan dalam Perang Dunia Kedua, karena 
membiarkan pembantaian atas 2300 warga Serbia di Kroasia, yang waktu itu
 bergabung dengan Yugoslavia.
Pembantaian yang terjadi pada tahun 1942 tersebut, menurut warga 
etnis Serbia, tak lepas dari peran rohaniawan gereja Katolik setempat. 
Seorang imam dari biara Petricevac saat itu diketahui memimpin 
sekumpulan fasis etnis Kroasia bersenjata untuk menyerbu suatu desa dan 
membunuh 1800 laki-laki dan 500 perempuan.
Total selama Perang Dunia II, Statistik menyebutkan bahwa 35 juta 
orang terbunuh (menurut Guinness Book of Records 54.800.000 jiwa), 20 
juta kehilangan kaki-tangan, 17 juta liter darah tertumpahkan, 12 juta 
anak terlahir cacat, 13.000 sekolah dasar dan menengah, 6.000 
universitas dan 8.000 laboratium sains telah musnah, serta 319 milyar 
peluru telah ditembakkan.
Perang Dunia I dan II yang telah mengakibatkan puluhan juta manusia 
matipun disebabkan oleh negara-negara Kristen seperti Inggris, Prancis, 
Jerman, Italia, Amerika, dan lain-lain. Episode horror berbagai 
penyiksaan-penyiksaan dan penyembelihan umat manusia yang dilakukan oleh
 orang-orang Kristen sangat mewarnai sepanjang perang berlangsung. 
Setelah membantai puluhan juta manusia, anehnya mereka masih suka 
menuduh negara-negara Islam sebagai teroris. Padahal tidak ada satu 
negara Islam pun yang mengakibatkan puluhan juta manusia mati seperti 
mereka.
16. Pada 4 Mei 1978
tentara Afrika Selatan membunuh lebih dari 600 penduduk di Kamp 
pengungsi Kassinga di Namibia. Sebagian besar adalah wanita dan 
anak-anak. Tentu mereka tidak dianggap teroris oleh orang-orang Kristen,
 karena para pembantai biadab ini adalah pemeluk Kristen. Di Uganda, 
Tentara Pertahanan Tuhan (LRA) juga sering melakukan aksi terorisme. 
Namun karena mereka para pelaku pembantaian itu beragama Kristen, tentu 
hampir mustahil orang-orang Kristen memberi label “teroris” kepada 
mereka.
Bandingkan dengan stigma teroris yang mereka berikan kepada Amrozy 
atau Imam Samudera, walaupun jumlah korban yang (mungkin) mereka bunuh 
pada bom Bali 2002 lalu HANYA 200 orang. Padahal kejahatan yang 
dilakukan oleh Amrozy atau Imam Samudera itu LUAR BIASA KECILNYA kalau 
mau dibandingkan dengan kejahatan-kejahatan ULTRA-BIADAB baik secara 
kualitas maupun kuantitas yang dilakukan oleh Kristen.
17. Pada tahun 1980-an
banyak terjadi pembunuhan terhadap tokoh-tokoh Katolik di Irlandia 
Utara. Sir John Stevens, kepala Polisi Metropolitan Inggris, 
menyimpulkan bahwa pihak keamanan Inggris terlibat langsung dalam 
rangkaian pembunuhan tokoh-tokoh Katolik itu.
Dinas intelijen angkatan bersenjata Inggris dan polisi Irlandia 
Utara, yang sebagian besar anggotanya beragama Protestan, diberitakan 
menjalin kerja sama dengan organisasi teroris Protestan UDA. Sedikitnya 
dua aksi pembunuhan yang dilakukan UDA dihubungkan langsung dengan 
tentara Inggris dan polisi Irlandia Utara.
Sebenarnya isi laporan tidak terlalu mengejutkan. Ini hanya 
menguatkan isu-isu yang sudah lama beredar, bahwa tentara Inggris dan 
polisi Irlandia Utara tidak selalu berperan netral sewaktu perang 
saudara di tahun 1980-an.
18. April-Mei 1994
Terjadi aksi pembantaian besar-besaran di Rwanda oleh orang-orang 
Kristen Hutu terhadap Kristen Tutsi. Lebih dari 800.000 orang Tutsi 
tewas dibantai Hutu.
Rwanda adalah sebuah negara di Afrika yang berpenduduk mayoritas 70% 
beragama Kristen, yang terdiri dari pemeluk Katolik 58% dan Protestan 
12%. Terbesar kedua adalah animisme dengan 23% dan Islam minoritas 
dengan 9% penganut. Berdasarkan etnis di Rwanda yang paling dominan 
adalah suku Hutu dengan 89%, disusul oleh suku Tutsi 10% dan Twa (Pigmy)
 1%.
Di Rwanda kurang lebih 800.000 (sumber lain menyebutkan 1 juta) suku 
Tutsi menjadi korban pembantaian terencana oleh tokoh-tokoh militan suku
 Hutu, bahkan sebagian suku Hutu sendiri yang beraliran moderat, dalam 
arti tidak memusuhi suku Tutsi, juga menjadi korban pembantaian 
tersebut.
Kilas balik peristiwa, pada 6 April 1994 Presiden Rwanda, Juvenal 
Habyarimana kembali dari Tanzania untuk proses perdamaian. Pesawatnya 
ditembak jatuh oleh kelompok ekstrim anggota partainya sendiri saat 
mencoba mendarat di Kigali, ibukota Rwanda.
Kematian Habyarimana dijadikan alasan untuk menjalankan genosida. 
Radio nasional Rwanda dan beberapa radio swasta mengudarakan instruksi 
pada kelompok pembantai yang disebut interahamwe; yang artinya ‘mereka 
yang bertarung bersama’, dan secara terus-menerus meminta mereka 
melancarkan pembantaian itu.
Kelompok angkatan bersenjata Rwanda membantu aksi  interahamwe itu 
setiap kali para pembunuh itu menghadapi perlawanan kelompok Tutsi. 
Penyediaan alat transportasi dan bahan bakar membuat pasukan maut itu 
mampu mencapai daerah-daerah suku Tutsi yang cukup terisolasi.
“Anda harus bekerja lebih keras, kuburannya belum penuh,” dorong 
sebuah suara di radio. Bulan April 1994, ketika genosida (pembantaian 
etnis) mulai terjadi di Rwanda, masyarakat biasa seakan tak bisa lepas 
dari radio mereka. Di sebuah bagian dunia tempat kebanyakan 
masyarakatnya tidak punya saluran listrik, begitulah cara informasi 
tersebarkan. Namun di Rwanda di musim semi tersebut, stasiun-stasiun 
radio terkenal nampaknya hanya punya satu tujuan: untuk menghasut massa 
Hutu untuk membasmi kaum Tutsi para tetangga mereka.
Stasiun radio yang paling terkenal di antara semuanya adalah RTLM 
(Radio Televison des Milles Collines), Radio Televisi Ribuan Bukit. 
Stasiun ini dikenal karena para disc jockey-nya yang terbaik di Rwanda 
dan karena pencampuran musik Afrika yang menarik, program beritanya, dan
 analisa politiknya.
Didirikan tahun 1993 dan dimiliki oleh anggota keluarga dan 
teman-teman Presiden Habyarimana, stasiun ini memberikan khotbah 
berisikan pesan ekstrim tentang keunggulan kaum Hutu, namun kebanyakan 
masyarakat non-politik Rwanda mendengarkan stasiun ini karena musik yang
 mereka putarkan.
Dalam kenyataannya, hati dan pikiran mereka sedang dipersiapkan untuk
 melakukan genosida. Ketika pembunuhan dimulai tangal 6 April, apa yang 
telah diciptakan oleh para pemilik dan manager stasiun tersebut menjadi 
jelas-sebuah mimbar mengerikan darimana pesan untuk membunuh disebarkan 
ke seluruh Rwanda. RTLM-lah yang memberikan sinyal untuk memulai 
pembantaian atas bangsa Tutsi dan kaum Hutu yang moderat.
Tanggal 7 dan 8 April RTLM menyiarkan: “Anda harus membunuh [kaum 
Tutsi], mereka adalah kecoa …” Tanggal 13 Mei: “Anda yang sedang 
mendengarkan kami, bangkitlah agar kita dapat berjuang demi Rwanda kita…
 Bertempurlah dengam senjata yang Anda miliki; Anda yang memiliki panah,
 menggunakan panah, Anda yang memiliki tombak bertempurlah dengan 
tombak; Bawa alat-alat tradisional Anda … Kita semua harus melawan 
[bangsa Tutsi]; kita harus menghabisi mereka, membasmi mereka, buang 
mereka dari seluruh negara… Tidak boleh ada pengampunan bagi mereka, 
sama sekali.” Dan pada tanggal 2 Juli: “Saya tidak tahu apakah Tuhan 
akan membantu kita dalam membasmi [bangsa Tutsi]… namun kita harus 
bangkit untuk membasmi ras orang-orang jahat ini… Mereka harus dibasmi 
karena tidak ada cara lain.”
Pesan tersebut berhasil. Bulan Juli 1994, ketika kemenangan 
Tutsi  yang dipimpin Front Patriotis Rwanda (RPF) mengakhiri pembantaian
 tersebut, sejumlah 1 juta rakyat Rwanda -kebanyakan kaum Tutsi, namun 
juga kaum Hutu yang termasuk dalam partai-partai demokratis di Rwanda- 
telah terbunuh. Radio-radio telah dengan sangat suksesnya menghasut 
genosida tersebut. Jatuhnya hampir 1 juta korban jiwa dari peristiwa 
tersebut merupakan pelajaran dunia tentang kebiadaban Kristen yang 
kesekian kalinya.
19. 28 April 2002
Penyerangan dan pembantaian di desa Soya, Ambon.  Pada tanggal 
tersebut dua tahun lalu, terjadi pembantaian di pemukiman Kristen, desa 
Soya di Ambon. Dan yang menjadi korbannya adalah umat Kristen semua, 
belasan yang tewas dan luka-luka, termasuk seorang bayi yang tidak tahu 
apa-apa tewas dibantai dengan keji. Banyak rumah-rumah yang dibakar dan 
gerejapun dirusak oleh rombongan perusuh tersebut.
Ketika itu dengan lantangnya dan serempak seluruh umat Kristen di 
Maluku menuding Laskar Jihadlah pelaku yang berada di balik pembantaian 
itu. Bahkan tragedi pembantaian terhadap umat Kristen di Desa Soya dan 
ekses-ekses lainnya ini, termasuk yang paling diexpose  oleh media-media
 atau situs corong Kristen terutama yang gencar dilakukan oleh oknum 
Pendeta Cabul JL di situs Ambon Berdarah online, atau lebih tepatnya 
“ON-LIE”.
Walaupun tentu menjadi pertanyaan bagi kita semua, bagaimana mungkin 
Laskar Jihad atau apapun kelompok dari luar mampu untuk menerobos masuk 
kedalam desa Soya yang jalannya sulit dan berliku-liku itu tanpa 
diketahui oleh orang dalam desa tersebut? Ternyata jawabannya simpel: 
ORANG KRISTEN SENDIRILAH YANG MELAKUKAN PEMBANTAIAN TERHADAP SAUDARA 
SEIMANNYA SENDIRI ITU!
Tujuan mereka TEGA melakukan pembantaian terhadap umat dan gerejanya 
sendiri itu adalah supaya konflik di Maluku yang mereka ciptakan itu 
dapat terus berlangsung, syukur-syukur eskalasinya makin besar sehingga 
dapat mengundang kekuatan PBB pimpinan Si Setan Besar AS atau Si Pencium
 Pantat Setan Besar UK untuk masuk kesana.
Tujuan mereka sudah jelas, referendum bagi masyarakat Maluku! Dan 
melihat perimbangan populasi penduduk di Maluku yang sekarang sudah 
lebih banyak orang Kristennya, karena umat Islamnya banyak yang sudah 
mereka bantai dan para pendatang dari luar Maluku seperti Bugis, 
Makassar, Padang, Jawa dan lain-lain sudah banyak pulang ke daerah 
asalnya akibat konflik berdarah yang dilancarkan pasukan salibis ini, 
maka mereka yakin pihak Kristen akan unggul dalam referendum itu nanti. 
DASAR BIADAB KAU KRISTEN!
20. Tidak di Rwanda saja
Bulan Agustus 2004 lalu juga terjadi pembantaian terhadap ratusan 
suku Tutsi oleh suku Hutu di Burundi. Di Burundi, 67% rakyatnya adalah 
pemeluk agama Kristen dan 32% animisme. Suku Hutu merupakan mayoritas 
(seperti juga di Rwanda) dengan 85%, kedua terbanyak adalah Tutsi 14%, 
dan minoritas suku Twa (Pigmy) 1%.
Ratusan pengungsi Tutsi yang sedang tertidur lelap DIBANTAI oleh 
milisi-milisi suku Hutu di daerah perbatasan antara Rwanda-Burundi. 
Pemerintah Burundi menuduh milisi-milisi Hutu tersebut disupport atau 
setidaknya memiliki hubungan dengan teroris-teroris (Kristen) Hutu di 
Rwanda yang membantai 1 juta suku Tutsi disana tahun 1994.
Namun yang pasti, didukung atau tidak, memiliki hubungan atau tidak, mereka adalah orang-orang Kristen dan mereka biadab.